Tampilkan postingan dengan label iLMU. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label iLMU. Tampilkan semua postingan

Senin, 21 November 2011

Pengertian Hadist Shahih dan Hasan

Definisi Shahîh
Secara bahasa (etimologi), kata ﺢﻴﺤﺼﻟﺍ (sehat) adalah antonim dari kata ﻢﻴﻘﺴﻟﺍ (sakit). Bila diungkapkan terhadap badan, maka memiliki makna yang sebenarnya (haqiqi) tetapi bila diungkapkan di dalam hadits dan pengertian-pengertian lainnya, maka maknanya hanya bersifat kiasan (majaz).
Secara istilah (terminologi), maknanya adalah:
Hadits yang bersambung sanad (jalur transmisi) nya melalui periwayatan seorang periwayat yang ‘adil, Dlâbith, dari periwayat semisalnya hingga ke akhirnya (akhir jalur transmisi), dengan tanpa adanya syudzûdz (kejanggalan) dan juga tanpa ‘illat (penyakit)
Penjelasan Definisi
- Sanad bersambung : Bahwa setiap rangkaian dari para periwayatnya telah mengambil periwayatan itu secara langsung dari periwayat di atasnya (sebelumnya) dari permulaan sanad hingga akhirnya.
- Periwayat Yang ‘Adil : Bahwa setiap rangkaian dari para periwayatnya memiliki kriteria seorang Muslim, baligh, berakal, tidak fasiq dan juga tidak cacat maruah (harga diri)nya.
- Periwayat Yang Dlâbith : Bahwa setiap rangkaian dari para periwayatnya adalah orang-orang yang hafalannya mantap/kuat (bukan pelupa), baik mantap hafalan di kepala ataupun mantap di dalam tulisan (kitab)
- Tanpa Syudzûdz : Bahwa hadits yang diriwayatkan itu bukan hadits kategori Syâdz (hadits yang diriwayatkan seorang Tsiqah bertentangan dengan riwayat orang yang lebih Tsiqah darinya)
- Tanpa ‘illat : Bahwa hadits yang diriwayatkan itu bukan hadits kategori Ma’lûl (yang ada ‘illatnya). Makna ‘Illat adalah suatu sebab yang tidak jelas/samar, tersembunyi yang mencoreng keshahihan suatu hadits sekalipun secara lahirnya kelihatan terhindar darinya.
Untuk lebih mendekatkan kepada pemahaman definisi hadits Shahîh, ada baiknya kami berikan sebuah contoh untuk itu.
Yaitu, hadits yang dikeluarkan oleh Imam al-Bukhari di dalam kitabnya Shahîh al-Bukhâriy, dia berkata: (‘Abdullah bin Yusuf menceritakan kepada kami, dia berkata, Malik memberitakan kepada kami, dari Ibn Syihab, dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im, dari ayahnya, dia berkata, aku telah mendengar Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam telah membaca surat ath-Thûr pada shalat Maghrib)
Hadits ini dinilai Shahîh karena:
• Sanadnya bersambung, sebab masing-masing dari rangkaian para periwayatnya mendengar dari syaikhnya. Sedangkan penggunaan lafazh ﻦﻋ (dari) oleh Malik, Ibn Syihab dan Ibn Jubair termasuk mengindikasikan ketersambungannya karena mereka itu bukan periwayat-periwayat yang digolongkan sebagai Mudallis (periwayat yang suka mengaburkan riwayat).
• Para periwayatnya dikenal sebagai orang-orang yang ‘Adil dan Dlâbith. Berikut data-data tentang sifat mereka itu sebagaimana yang dinyatakan oleh ulama al-Jarh wa at-Ta’dîl : ‘Abdullah bin Yusuf : Tsiqah Mutqin. Malik bin Anas : Imâm Hâfizh. Ibn Syihab : Faqîh, Hâfizh disepakati keagungan dan ketekunan mereka berdua. Muhammad bin Jubair : Tsiqah. Jubair bin Muth’im : Seorang shahabat
• Tidak terdapatnya kejanggalan (Syudzûdz) sebab tidak ada riwayat yang lebih kuat darinya.
• Tidak terdapatnya ‘Illat apapun.

Hadist Hasan Definisi
Secara etimologi, hasan merupakan sifat musytabihat dari kata al-husnu yang mempunyai makna al-jamal (bagus/elok/cantik)[24] atau dapat diartikan sebagai sesuatu yang disukai oleh hati.[25]
Mengenai definisi hadits hasan secara terminologi, para ulama terjadi perbedaan pendapat. Hal itu disebabkan karena posisi hadits hasan yang berada diantara hadits shohih dan dloif. Imam al-Khuthobi mendefinisikannya sebagai hadits yang diketahui tempat keluarnya dan terkenal para rawinya. Imam al-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits hasan adalah setiap hadits yang diriwayatkan, pada sanadnya tidak terdapat orang yang tertuduh dusta, tidak terdapat kejanggalan pada matannya dan hadits tersebut diriwayatkan tidak dari satu jalur (mempunyai banyak jalur) yang sepadan maknanya.[26] Sedangkan mayoritas ahli hadits menta'rif hadits hasan sebagai:
مَا نَقَلَهُ عَدْلٌ قَلِيْلُ الضَّبْطِ مُتَّصِلُ السَّنَدِ غَيْرُ مُعَلِّلٍ وَلَا شَاذٍّ.
"Hadits yang dinukilkan oleh seorang yang adil tapi tidak begitu kokoh ingatannya, bersambung sanadnya, tidak terdapat illat serta kejanggalan pada matannya."
2. Klasifikasi Hadits Hasan
Hadits hasan terbagi menjadi dua:
a. Hasan Lidzatihi
Yaitu hadits yang sanadnya bersambung dengan dinukil dari orang adil yang kadlabitannya dibawah derajat perawi hadits shahih serta tidak terdapat kejanggalan dan cacat dalam matannya.[27] Dari keterangan di atas dapat disimpulakan bahwa uraian yang telah disampaikan oleh para muhaddtsin tentang hadits hasan adalah hadits hasan lidzatihi. Kesimpulannya ketika suatu hadits itu dikatakan sebgai hadits hasan, maka yang dimaksud adalah hasan lidzatihi.
Syarat-syarat hadits hasan:
1) Sanadnya bersambung
2) Para rawinya adil
3) Para rawinya dlabith. Maksudnya derajat kedlabitannya dibawah rawi hadits shahih
4) Tidak terdapat syudzudz (kejanggalan dalam matan)
5) Tidak terdapat illat (cacat dalam matan).
Contoh Hadits Hasan:
تحفة الأحوذي - (ج 4 / ص 335)
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ الضُّبَعِيُّ عَنْ أَبِي عِمْرَانَ الْجَوْنِيِّ عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ قَال سَمِعْتُ أَبِي بِحَضْرَةِ الْعَدُوِّ يَقُولُ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَبْوَابَ الْجَنَّةِ تَحْتَ ظِلَالِ السُّيُوفِ....
Imam Tirmidzi mengatakan bahwa hadits itu adalah hadits hasan lagi asing. Hadits tersebut dikatakan sebagai hadits hasan karena para rawi hadits tersebut adalah tsiqat, kecuali Ja'far bin Sulaiman al-Dluba'i. Para Ahli al-Jarhi wa Ta'dil berselisih tentang ketsiqahan dan kedloifan Ja'far bin Sulaiman al-Dluba'i[28]. Oleh karena itu hadits tersebut turun derajatnya dari shohih menjadi hasan.
b. Hasan Lighairihi
Hadits hasan lighairih adalah hadits dloif yang jalurnya banyak (sanadnya dari berbagai jalur) dan sebab kedlaifannya bukan karena kefasikan atau kedustaan seorang rawi. Dari definisi ini dapat diambil suatu kesimpulan bahwa hadits dloif bisa naik derajatnya menjadi hadits hasan lighairihi dengan dua hal:
1) Hadits tersebut diriwayatkan dari jalur lain, baik kualitas sama atau lebih kuat.
2) Kedloifan hadits tersebut adakalanya disebabkan karena; buruknya hafalan rawi, terputusnya sanad atau rawinya tidak diketahui biografinya.
Contoh hadits hasan lighairihi:
تحفة الأحوذي - (ج 2 / ص 68)
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحَسَنِ الْكُوفِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو يَحْيَى إِسْمَعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيُّ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي زِيَادٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَقٌّ عَلَى الْمُسْلِمِينَ أَنْ يَغْتَسِلُوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَلْيَمَسَّ أَحَدُهُمْ مِنْ طِيبِ أَهْلِهِ فَإِنْ لَمْ يَجِدْ فَالْمَاءُ لَهُ طِيبٌ.
"Merupakan suatu hak bagi orang-orang muslim untuk mandi di hari Jum'at. Hendaklah salah seorang diantara mereka mengusapkan wangi-wangian keluarganya, jika ia tidak memperoleh, airpun cukup menjadi wangi-wangian."
Hadis ini dikatakan sebagi hadits dloif, karena pada rawinya terdapat Ismail bin Ibrahim al-Taimi yang didloifkan oleh para ahli hadits. Akan tetapi hadits ini naik derajatnya menjadi hasan lighairihi karena selain dari jalur Ismail bin Ibrahim al-Taimi, ternyata juga terdapat jalur lain yang berasal dari Ahmad bin Manba' lalu Husyaim, dari Yazid bin Abi Ziyad. Selain itu hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad melalui Husyaim, dari Yazid bin Ziyad. Kemudian hadits senada tentang kesunahan memakai wangi-wangian juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim dan Abu Dawud.
Berikut adalah hadits-hadits pendukung terahadap hadits Ismail bin Ibrahim al-Taimi.
تحفة الأحوذي - (ج 2 / ص 68)
قَالَ وَفِي الْبَاب عَنْ أَبِي سَعِيدٍ وَشَيْخٍ مِنْ الْأَنْصَارِ حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي زِيَادٍ بِهَذَا الْإِسْنَادِ نَحْوَهُ قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ الْبَرَاءِ حَدِيثٌ حَسَنٌ وَرِوَايَةُ هُشَيْمٍ أَحْسَنُ مِنْ رِوَايَةِ إِسْمَعِيلَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيِّ وَإِسْمَعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيُّ يُضَعَّفُ فِي الْحَدِيثِ.
مسند أحمد - (ج 37 / ص 444)
حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي زِيَادٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ الْحَقِّ عَلَى الْمُسْلِمِينَ أَنْ يَغْتَسِلَ أَحَدُهُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَأَنْ يَمَسَّ مِنْ طِيبٍ إِنْ كَانَ عِنْدَ أَهْلِهِ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ عِنْدَهُمْ طِيبٌ فَإِنَّ الْمَاءَ أَطْيَبُ.
صحيح البخاري - (ج 3 / ص 394)
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَعْفَرٍ قَالَ حَدَّثَنَا حَرَمِيُّ بْنُ عُمَارَةَ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ أَبِي بَكرِ بْنِ الْمُنكَدِرِ قَالَ حَدَّثَنِي عَمْرُو بْنُ سُلَيْمٍ الْأَنْصَارِيُّ قَالَ أَشْهَدُ عَلَى أَبِي سَعِيدٍ قَالَ
أَشْهَدُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْغُسْلُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ وَأَنْ يَسْتَنَّ وَأَنْ يَمَسَّ طِيبًا إِنْ وَجَدَ
صحيح مسلم - (ج 4 / ص 313)
و حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ سَوَّادٍ الْعَامِرِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ أَنَّ سَعِيدَ بْنَ أَبِي هِلَالٍ وَبُكَيْرَ بْنَ الْأَشَجِّ حَدَّثَاهُ عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ عَنْ عَمْرِو بْنِ سُلَيْمٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ أَبِيهِ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ غُسْلُ يَوْمِ الْجُمُعَةِ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ وَسِوَاكٌ وَيَمَسُّ مِنْ الطِّيبِ مَا قَدَرَ عَلَيْهِ
إِلَّا أَنَّ بُكَيْرًا لَمْ يَذْكُرْ عَبْدَ الرَّحْمَنِ وَقَالَ فِي الطِّيبِ وَلَوْ مِنْ طِيبِ الْمَرْأَةِ.
سنن أبى داود - (ج 1 / ص 420)
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَمَةَ الْمُرَادِيُّ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ الْحَارِثِ أَنَّ سَعِيدَ بْنَ أَبِي هِلَالٍ وَبُكَيْرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْأَشَجِّ حَدَّثَاهُ عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ عَنْ عَمْرِو بْنِ سُلَيْمٍ الزُّرَقِيِّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ أَبِيهِ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْغُسْلُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ وَالسِّوَاكُ وَيَمَسُّ مِنْ الطِّيبِ مَا قُدِّرَ لَهُ
إِلَّا أَنَّ بُكَيْرًا لَمْ يَذْكُرْ عَبْدَ الرَّحْمَنِ وَقَالَ فِي الطِّيبِ وَلَوْ مِنْ طِيبِ الْمَرْأَةِ.

Dengan demikian hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari jalur Abu Yahya Isma'il bin Ibrahim yang dloif itu naik derjatnya menjadi hasan lighairihi. Karena kadloifannya telah diangkat oleh muttabi', yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi sendiri dan Imam Ahmad dan diangkat pula oleh syahid, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori, Muslim dan Abu Dawud

Rabu, 16 November 2011

Mengahadapi Ancaman Orang


Jangan difikir , jangan direspon , dihiraukan saja , hadapi dengan berani .

Bagaimana cara menghadapi musibah

JANGAN ENGKAU MENGINGAT TUHANMU BILA ENGKAU BARU TERKENA MUSIBAH
CARA PERTAMA YAITU MINTA AMPUN TERHADAP TUHANMU ATAS KESALAHANMU YANG ENGKAU PERBUAT
KEDUA KOREKSI DIRI , KETIGA HADAPI DENGAN RASA IKHLAS DAN TABAH JGN FRUSTASI
KEEMPAT SELALU MENJAGA HATI DENGAN CARA SHLOAT ATAU MEMBACA AL-QURAN DAN DZIKIR

Senin, 14 November 2011

Hal - hal yang membatalkan Shalat

HAL-HAL YANG MEMBATALKAN SHALAT

Di antara hal-hal yang membatalkan shalat sebagaimana yang telah dijabarkan oleh para fuqaha adalah sebagai berikut :

1. Berbicara Dengan Sengaja

Berbicara dengan sengaja yang dimaksud disini bukanlah berupa bacaan bacaan dalam AlQuran, dzikir atau pun do’a. Akan tetapi merupakan pembicaraan yang sering dilakukan manusia dalam kehidupan sehari-harinya. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah saw. yang di riwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim (Muttafaqun ‘Alaih) berikut:

عن زيد بن ارقم رضي الله عنه, قال: كنا نتكلم فى الصلاة, يتكلم أحدنا اخاه فى حاجته, حنى نزل فقول الله تعالى: (حافظوا على الصلوات و الصلاة الوسطى و قوموا لله قانتين) فأمرنا نالسكوت

ِArtinya:
“Dari Zaid bin Al-Arqam ra berkata,”Dahulu kami bercakap-capak pada saat shalat. Seseorang ngobrol dengan temannya di dalam shalat. Yang lain berbicara dengan yang disampingnya. Hingga turunlah firman Allah SWT “Peliharalah semua shalat, dan shalat wusthaa . Berdirilah untuk Allah dengan khusyu”. Maka kami diperintahkan untuk diam dan dilarang berbicara dalam shalat”. (HR. Jamaah kecuali Ibnu Majah).

Perkataan yang keluar disaat shalat, baik itu satu kata ataupun hanya satu huruf akan membatalkan shalat jika dilakukan dengan sengaja. Berbeda bila seseorang melakukannya tanpa sadar alias tidak disengaja, ataupun melakukannya tanpa tahu hukumnya maka syari’ memberikan keringanan bagi orang yang melakukannya (berbicara dalam shalat), selama perkataan atau atau pun kata yang disebutkan masih dalam kategori sedikit. Dalam satu riwayat dikatakan tidak lebih dari 6 kata.

2. Makan dan Minum

Makan dan minum adalah salah satu perbuatan yang dapat membatalkan shalat. Apabila seseorang makan atau pun minum ketika melaksanakan shalat dengan sengaja, maka shalatnya batal. Hal ini disebabkan karena akan menghilangkan kemulian dalam shalat. perbuatan makan dan minum dalam shalat ini, baik sedikit ataupun banyak selama dilakukan dengan sengaja tetap akan membatalkan shalatnya.

Adapun jika perbuatan makan dan minum dalam shalat ini dilakukan tanpa disengaja, maka disyaratkan dalam hal tersebut tidak lebih dari kadar humsah الحمصة (tidak bisa dibakar ataupun di masak kembali), yaitu kadar/batasan yang menjadi kebiasaan dalam kehidupan. Maka shalatnya tidak batal. Dan apabila di dalam mulut seseorang ada sisa gula atau sesuatu yang bisa mencair atau pun meleleh ketika melaksanakan shalat, maka jika ia menelannya akan membatalkan shalatnya.


3. Banyak Gerakan dan Terus Menerus

Yang dimaksud adalah gerakan yang banyak dan berulang-ulang terus dan bukan merupakan gerakan yang terdapat dalam shalat. Mazhab Imam Syafi’i memberikan batasan sampai tiga kali gerakan berturut-turut sehingga seseorang batal dari shalatnya.

Namun bukan berarti setiap ada gerakan langsung membatalkan shalat. Sebab dahulu Rasulullah SAW pernah shalat sambil menggendong anak (cucunya).

Rasulullah SAW shalat sambil mengendong Umamah, anak perempuan dari anak perempuannya. Bila beliau SAW sujud, anak itu diletakkannya dan bila berdiri digendongnya lagi”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Bahkan beliau SAW memerintah orang yang sedang shalat untuk membunuh ular dan kalajengking (al-aswadain). Dan beliau juga pernah melepas sandalnya sambil shalat. Kesemuanya gerakan itu tidak termasuk yang membatalkan shalat.

4. Membelakangi atau Tidak Menghadap Kiblat

Bila seseorang shalat dengan membelakangi kiblat dengan sengaja, atau di dalam shalatnya melakukan gerakan hingga badannya bergeser arah hingga membelakangi kiblat , maka shalatnya itu batal dengan sendirinya.

Hal ini ditandai dengan bergesernya arah dada orang yang sedang shalat itu, menurut kalangan Ulama Syafi’iyah dan Ulama Hanafiyah. Sedangkan menurut Ulama Mazhab Malikiyah, bergesernya seseorang dari menghadap kiblat ditandai oleh posisi kakinya. Sedangkan menurut Mazhab Hanabilah, ditentukan dari seluruh tubuhnya.

Kecuali pada shalat sunnah, dimana menghadap kiblat tidak menjadi syarat shalat. Rasulullah SAW pernah melakukannya di atas kendaraan dan menghadap kemana pun kendaraannya itu mengarah.

Namun yang dilakukan hanyalah shalat sunnah, adapun shalat wajib belum pernah diriwayatkan bahwa beliau pernah melakukannya. Sehingga sebagian ulama tidak membenarkan shalat wajib di atas kendaraan yang arahnya tidak menghadap kiblat. Namun, dalam kondisi darurat, tidak menghadap kiblat dibolehkan, selama yang bersangkutan sudah berusaha semaksimal mungkin untuk tetap menghadap kiblat, misal orang yang habis operasi berat dan tidak mungkin menggeser-geser tempat tidurnya atau orang yang berada dalam bus umum yang perjalanannya tidak mengarah ke arah kiblat, sementara sopirnya tidak toleran terhadap orang-orang yang mau shalat. Maka jika mungkin, di waktu takbiratul ihram, tetap menghadap kiblat, tapi jika tidak mungkin (misalnya karena menghadap kiblat berarti menghadap ke sandaran kursi), maka dibolehkan menghadap sesuai arah bus. Namun, jika bisa mengusahakan bus berhenti di waktu shalat, maka ini adalah yang terbaik.

5. Terbuka Aurat Secara Sengaja

Bila seseorang yang sedang melakukan shalat tiba-tiba terbuka auratnya secara sengaja, maka shalatnya otomatis menjadi batal. Baik dilakukan dalam waktu yang singkat ataupun terbuka dalam waktu yang lama. Namun jika auratnya terbuka tanda disengaja dan bukan dalam waktu yang lama, maksudnya hanya terbuka sekilas dan langsung ditutup lagi, para Ulama dari mazhab Syafi’iyah dan Ulama Hanabilah mengatakan tidak batal.

Namun Ulama Mazhab Malikiyah mengatakan secepat apapun ditutupnya, kalau sempat terbuka, maka shalat itu sudah batal dengan sendirinya.

Namun perlu diperhatikan bahwa yang dijadikan sandaran dalam masalah terlihat aurat dalam hal ini adalah bila dilihat dari samping, atau depan atau belakang. Bukan dilihat dari arah bawah seseorang. Sebab bisa saja bila secara sengaja diintip dari arah bawah, seseorang akan terlihat auratnya. Namun hal ini tidak berlaku.

6. Mengalami Hadats Kecil atau Besar

Bila seseorang mengalami hadats besar atau kecil, maka batal pula shalatnya. Baik terjadi tanpa sengaja atau secara sadar.

Namun harus dibedakan dengan orang yang merasa ragu-ragu dalam berhadats. Para ulama mengatakan bahwa rasa ragu tidak lah membatalkan shalat. Shalat itu baru batal apabila memang ada kepastian telah mendapat hadats.

7. Tersentuh Najis baik pada Badan, Pakaian atau Tempat Shalat

Bila seseorang yang sedang shalat terkena benda najis, maka secara langsung shalatnya menjadi batal. Namun yang dijadikan patokan adalah bila najis itu tersentuh tubuhnya atau pakaiannya dan tidak segera ditepis/tampiknya najis tersebut maka batallah shalatnya tersebut. Adapun tempat shalat itu sendiri bila mengandung najis, namun tidak sampai tersentuh langsung dengan tubuh atau pakaian, shalatnya masih sah dan bisa diteruskan.

Demikian juga bila ada najis yang keluar dari tubuhnya hingga terkena tubuhnya, seperti mulut, hidung, telinga atau lainnya, maka shalatnya batal.

Namun bila kadar najisnya hanya sekedar najis yang dimaafkan, yaitu najis-najis kecil ukuran, maka hal itu tidak membatalkan shalat.

8. Tertawa

Orang yang tertawa dalam shalatnya, batallah shalatnya itu. Maksudnya adalah tertawa yang sampai mengeluarkan suara. Adapun bila sebatas tersenyum, belumlah sampai batal shalatnya.

9. Murtad, Mati, Gila atau Hilang Akal

Orang yang sedang melakukan shalat, lalu tiba-tiba murtad, maka batal shalatnya. Demikian juga bila mengalami kematian. Dan orang yang tiba-tiba menjadi gila dan hilang akal saat sedang shalat, maka shalatnya juga batal.

10. Berubah Niat

Seseorang yang sedang shalat, lalu tiba-tiba terbetik niat untuk tidak shalat di dalam hatinya, maka saat itu juga shalatnya telah batal. Sebab niatnya telah rusak, meski dia belum melakukan hal-hal yang membatalkan shalatnya.

11. Meninggalkan Salah Satu Rukun Shalat dengan sengaja

Apabila ada salah satu rukun shalat yang tidak dikerjakan dengan sengaja, maka shalat itu menjadi batal dengan sendirinya. Misalnya, seseorang tidak membaca surat Al-Fatihah lalu langsung ruku’, maka shalatnya menjadi batal. Namun jika lupa, dan ingat selama masih dalam shalat maka dia harus melakukan sujud syahwi sebelum salam, jika lupa pula untuk sujud syahwi, maka bisa dilakukan setelah salam.

Kecuali dalam kasus shalat berjamaah dimana memang sudah ditentukan bahwa imam menanggung bacaan fatihah makmum, sehingga seorang yang tertinggal takbiratul ihram dan mendapati imam sudah pada posisi rukuk, dibolehkan langsung ikut ruku’ bersama imam dan telah mendapatkan satu rakaat.

Demikian pula dalam shalat jahriyah (suara imam dikeraskan), dengan pendapat yang mengataka bahwa bacaan Al-Fatihah imam telah menjadi pengganti bacaan Al-Fatihah buat makmum, maka bila makmum tidak membacanya, tidak membatalkan shalat.

12. Mendahului Imam dalam Shalat Jama’ah

Bila seorang makmum melakukan gerakan mendahului gerakan imam, seperti bangun dari sujud lebih dulu dari imam, maka batal-lah shalatnya. Namun bila hal itu terjadi tanpa sengaja, maka tidak termasuk yang membatalkan shalat.

AS-Syafi’iyah mengatakan bahwa batasan batalnya shalat adalah bila mendahului imam sampai dua gerakan yang merupakan rukun dalam shalat. Hal yang sama juga berlaku bila tertinggal dua rukun dari gerakan imam.

13. Terdapatnya Air bagi Orang yang Shalatnya dengan Tayammum

Seseorang yang bertayammum sebelum shalat, lalu ketika shalat tiba-tiba terdapat air yang bisa dijangkaunya dan cukup untuk digunakan berwudhu’, maka shalatnya batal. Dia harus berwudhu’ saat itu dan mengulangi lagi shalatnya.

14. Berubah Niat

Niat adalah salah satu rukun dalam shalat, jika rukun tersebut tidak terpenuhi maka tidak sah shalatnya tersebut. Seseorang yang sedang melaksanakan shalat, kemudian dia berniat keluar dari shalatnya tersebut, atau ada sesuatu kejadian yang membuat (mushalli) keluar dari shalatnya, maka shalatnya tersebut akan menjadi batal dengan berubah niatnya tersebut, karena shalat harus dimulai dengan niat yang pasti.

15. Mengucapkan Salam Secara Sengaja

Bila seseorang mengucapkan salam secara sengaja dan sadar, maka shalatnya batal. Dasarnya adalah hadits Nabi SAW yang menyatakan bahwa salam adalah hal yang mengakhiri shalat. Kecuali lafadz salam di dalam bacaan shalat, seperti dalam bacaa tahiyat.

Macam-macam Kiamat

1. Kiamat Sugra ialah kiamat kecil, yaitu berakhirnya kehidupan semua mahluk yang bernyawa dalam skala kecil , contohnya kematian . Setiap manusia pasti akan mengalami kematian sebagaimana firman Allah swt . Pada (Qs Ali Imran ; 185 ) yang artinya "tiap-tiap yang bernyawa pasti akan mengalami kematian dan sesungguhnya pahala kamu akan disempurnakan pada hari kiamat"

2.Kiamat Wusta ialah kiamat pertengahan yang peristiwanya secara kolektif dan lokal mengakibatkan banyak korban , baik jiwa maupun harta , misalnya bencana gunung meletus , banjir dan gempa bumi. sebagaimana firman Allah swt ,pada (QS Saba ;16) yang artinya "Tetapi mereka berpaling , maka kami datangkanlah kepada mereka banjir yang besar dan kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit pohon atsi dan sedikit pohon sidr" . Kemudian Rasulullah saw bersabda yang maknanya adalah " Diriwayatkan dai Ibnu Umar r.a " Seandainya Allah menurunkan azab kepada suatu bangsa, maka azab itu akan menimpa semuanya tanpa pandang bulu dan kemudian dia akan membangkitkan kembali mereka dan mengadili mereka sesuai dengan perbuatannya "

3.Kiamat Kubra ialah peristiwa yang amat besar . karena pada saat itu dengan qudrat dan iradat-nya , alam semesta beserta isinya akan hancur lebur, kiamat kubra merupakan rahasia Allah swt dan akan datang secara tiba-tiba

Senin, 31 Oktober 2011

Janganlah engkau menyepelekan AGAMA !!!!!

contoh Cerita Nelayan Dan Ikan Emas
Waktu ketika ada seorang nelayan yang mempunyai rumah yang diatas air misalnya dirawa rumah yang tinggi , waktu ketika nelayan itu mencari ikan disungai , dirawa dan dilaut
dan nelayan itu terpesona karena hasil tangkapan nelayan siFulan itu terdapat ikan bagus bgt disebut juga ikan emas .

Ikan itu dibawa pelang lalu dipelihara sama nelayan itu dibuatkan aquarium ikan itu ditaruh ditempat yang dapat dilihat nelayan untuk beraktivitas misal nelayan baru didapur nelayan itu bisa melihat ikan itu dan sebaliknya ikan itu juga melihat langsung aktivitas nelayan .

Waktu ketika itu ikan melihat nelayan sedang membersihkan sisik ikan teman2nya (ikan emas tadi gelisah mondar-mandir trus)trus lagi nelayan tadi membelah perut ikan teman2nya tadi (ikan emas tambah gelisah gak karuan ) masih lagi nelayan tadi memotong-motong ikan teman2nya tadi (ikan emas itu lesu pucat dia karena melihat kesadisan nelayan tadi) masih ada lagi habis dipotong-potong diaduk sama cabe, bawang ,garam , dan tepung (ikan emas tadi masyaallah stres krn panik )belum masih ada lagi ikan tadi masih digoreng lalu dimakan sama pak nelayan dan kepalanya dikasihkan kucing dan tulangnya dimakan semut (ikan emas iyu ga maw makan ,stres , pucat dan akhirnya dia mondar-mandir smapai air di aquarium tadi keruh lalu pak nelayan pinya maksud baik untuk mengganti air tadi tapi sangking ketakutan ikan emas tadi melompat lalu jatuh kerawa .

Lalu ikan emas itu memberitakn kejadian itu ketemen-temenya tapi temen ikan itu malah bilang kau gila ikan emas kau gila gak mungkin kita kan ada diair mana mungkin
kita bisa nyampek atas bela ikan emas bener jangan engkau memakan atau terkena jala pak nelayan nanti kamu akan mati tapi teman2nya tadi masih ga percaya akhirnya teman tadi ngeyel dan mamakan kail pancing nelayan waktu kail mengenai tenggorokannya tadi dia baru percaya dan bertobat .

IYU CERITA TIDAK LUPUT JUGA DARI KEHIDUPAN MANUSIA YANG SELALU MENOLAK BILA DIAJAK KEBAIKAN MISALNYA DIAJAK BERIBADAH KEMASJID SUSAHNYA MINTA AMPUN ASTAGFIRULLOH

MARILAH KITA BERTOBAT MENUJU JALAN LURUSNYA ALLAH SWT

Maher Zein - Insya Allah